Potensi Resesi Ekonomi Karena Depopulasi – Resesi Ekonomi ini terjadi karena penduduk suatu negara atau daerah tidak mau lagi punya anak dan mengurangi jumlah anak. Mereka sekedar punya relationship sebatas pacar, teman mesra, ataupun kalau menikah mereka menunda punya anak.
Hal ini menyebabkan negara berpeluang menghadapi resesi, bahkan tumbang. Itulah kenapa kami sebut resesi ekonomi karena depopulasi. Karena generasi muda yang berusia produktif jadi berkurang. Oh ya, artikel Ini bukan tentang gender shift ya guys.
Meskipun memang isu gender shift maupun genderless jadi isu yang lagi hangat. Tapi ini adalah isu tentang potensi terjadinya krisis atau resesi ekonomi karena depopulasi hebat atau sederhananya karena seks.
Daftar Isi
Potensi Resesi Ekonomi Karena Depopulasi
Populasi bumi meningkat lebih dari dua kali lipat. Dari 3,7 miliar manusia pada tahun 1970 menjadi 9,7 miliar manusia pada 2022. Ledakan penduduk ini diikuti dengan ledakan ekonomi yang luar biasa. Jumlah populasi memang berbeda-beda di setiap tempat dan negara.
Populasi yang terlalu besar menyebabkan suatu masalah. Makanan, edukasi, dan lapangan pekerjaan misalnya. Populasi yang terlalu sedikit bahkan menyusut, menimbulkan masalah lain. Menyusutnya populasi ini terjadi di berbagai tempat di belahan dunia. Sebabnya bukan perang dan juga bukan kemiskinan. Tapi tentang adanya culture shift, bahkan mungkin gender shift.
Berdasarkan data, milenial menunda menikah demi karir. Milenial yang menikah, memilih menunda punya anak dan melakukan hubungan seks yang jauh lebih sedikit dibandingkan dengan generasi yang sebelumnya.
Dunia memang mengalami boom ekonomi yang luar biasa setelah perang dunia ke-2. Untuk pertama kalinya, dunia merasakan masa damai dalam jangka waktu satu generasi full. Birth rate meningkat tajam, keadaan ekonomi membaik. Makanya ada istilah generasi baby boomers.
Baby boomers telah mendongkrak perekonomian dunia dengan sangat luar biasa. Kabar buruknya, generasi baby boomers ini akan segera memasuki masa pensiun. Dan ekonomi dijalankan oleh generasi produktif. Mereka yang berusia di antara 25 hingga 40 tahun. Mereka yang ada di masa Puncak produktivitas. Masalah akan timbul ketika orang-orang yang berusia produktif berkurang signifikan.
Konten Viral :
Penyusutan Populasi Sebuah Negara
Mari kita lihat contoh negara mana aja yang mengalami penyusutan populasi dan petensi resesi ekonomi karena depopulasi. Negara-negara inilah yang kemungkinan terlebih dahulu mengalami resesi ekonomi karena depopulasi. Negara yang pertama adalah Serbia.
Serbia
Mungkin temen-temen belum tahu, Serbia adalah salah satu negara yang populasinya menyusut paling cepat di dunia. Berdasarkan data UNDP, Pada tahun 2100 diperkirakan populasi Serbia hanya menyisakan 25%. Salah satu sebabnya karena banyak orang Serbia yang bermigrasi ke negara lain untuk mencari masa depan yang lebih baik.
Cina
Cina awalnya mengalami kelebihan populasi hingga pemerintahan-nya saat itu mengeluarkan kebijakan satu anak yang berakhir di tahun 2016. Namun, pada akhirnya populasi mereka jadi salah satu kekuatan mereka. Cina jadi produsen sekaligus market terbesar di dunia. Dalam beberapa dekade ini Cina mengalami masa keemasan ekonomi.
Fast forward, setelah kebijakan satu anak. Beberapa puluh tahun mendatang, tepatnya setelah tahun 2016. Pemerintah Cina malah meng-Encourages rakyatnya untuk punya lebih banyak anak. Bahkan batasannya dinaikkan dari satu anak menjadi 3 anak dalam satu keluarga. Tujuannya untuk mensupport perekonomian. Namun yang terjadi sekarang malah sebaliknya. Banyak orang-orang muda di Cina tidak mau punya anak karena biaya, waktu, dan karir.
Korea Selatan
Korea Selatan juga memiliki tingkat kesuburan terendah di dunia. Jumlah populasinya terus mengalami down trend. Korea Selatan yang saat ini masih didominasi oleh generasi produktif, diperkirakan dalam beberapa dekade mendatang, demograsinya didominasi oleh orang-orang di atas usia 65 tahun.
Korea menghadapi dilematis yang sama dengan negara-negara maju lainnya. Ketika perekonomian jadi lebih maju, menjadi lebih makmur, kompetisi makin ketat, dan membuat orang-orang muda enggan untuk punya anak.
Jepang
Jepang adalah negara pertama yang mengalami resesi karena birth rate, dan masih akan terus berlanjut. Diperkirakan pada tahun 2060 populasi Jepang berkurang hingga menjadi 87 juta orang saja. Tingkat kelahiran yang sangat rendah membuat 40% penduduk Jepang adalah orang tua. Jepang juga adalah salah satu negara yang populasinya menyusut di masa damai. Bahkan di beberapa daerah tertentu seperti Hitochiki dan Nagano, rumah kosong dijual dengan harga 500 dolar aja. Di Okutama bahkan ditawarkan gratis untuk menarik orang-orang mau kembali ke daerah pedesaan.
Di Jepang sendiri diperkirakan 8 juta rumah kosong. Secara culture, masyarakat Jepang juga mengandalkan wanita untuk mengurus keluarga dan anak. Bahkan wanita di Jepang yang juga bekerja, menghabiskan waktu sekitar 27 jam per minggu untuk urusan rumah tangga. Sementara para suami hanya menghabiskan waktu 3 jam per minggu. Banyak pria dan wanita di Jepang menikah, tapi punya anak lebih sedikit. Atau bahkan memutuskan untuk tidak mempunyai anak.
Sejak tahun 1970, Jepang sudah Mengalami penurunan pernikahan. Pada tahun 2010, 11% wanita dan 20% pria di usia 50 tahun belum menikah. Tekanan pekerjaan dan mahalnya biaya hidup membuat orang Jepang jadi enggan punya anak. Kalaupun menikah, mereka memilih child free marriage.
Apa hubungan antara resesi ekonomi dan depopulasi atau seks?
Less Population = Less Market
Semakin dikit populasi pastinya marketnya akan semakin kecil. Kalau marketnya lebih kecil, secara otomatis barang atau jasa yang bisa diserap jadi lebih sedikit. Ini akan membuat kompetisi antar brand jadi lebih kompetitif. Jumlah penjualan dan mungkin juga jumlah margin akan jadi lebih tipis.
Orang Tua > Orang Produktif
Yang kedua, jumlah orang tua lebih besar daripada orang yang berusia produktif. Jumlah orang tua yang makin banyak dengan kesempatan usia yang lebih panjang, bisa membebani kas negara apabila tidak diimbangi dengan usia produktif yang sama besarnya. Orang-orang yang berusia produktif juga berpotensi menjadi generasi sandwich yang mengurangi konsumsi mereka. Padahal orang-orang usia produktif biasanya lebih konsumtif dan punya peran yang sangat besar untuk mengendalikan ekonomi.
Less Population = Less Taxes
Semakin sedikit jumlah populasi, apalagi semakin sedikit orang diusia produktif. Makin sedikit pula pajak yang bisa diambil. Padahal negara masih punya maintenance cost.
Less Population = Real Estate Market Kolaps
Market real estate saling berhubungan dengan jumlah populasi. Kalau dulu nih, misal satu keluarga punya 3 anak. Nantinya mereka kan butuh 4 rumah. Tapi kini dari 3 anak itu sekarang hanya punya masing-masing satu anak.
Di dekade yang berikutnya, akan ada beberapa rumah kosong karena penghuninya meninggal. Kalau misal ada dua rumah kosong aja, dikalikan dengan jumlah keluarga. Berapa jumlah rumah yang kosong dan jumlah apartemen yang kosong? Dan kalau market real Estate tersendat, seluruh roda ekonomi juga ikut rem darurat. Karena sektor real estate ini kaitannya besar banget dengan sektor-sektor yang lain. Boleh dibilang, ini adalah sektor Padat Karya. Krisis karena market real estate, sebelumnya juga pernah kita alami di 2010 melalui Subprime Mortgage yang terjadi di Amerika.
Gimana dengan Potensi Resesi Ekonomi Karena Depopulasi di Indonesia?
Indonesia sendiri masih belum sampai ke tahap depopulasi. United Nations memperkirakan jumlah penduduk Indonesia mencapai 290 juta jiwa pada tahun 2045. Dan ide tentang Child Free Marriage, masih belum populer di Indonesia. Dan ini adalah momentum yang bagus untuk Indonesia agar bisa menyalip perekonomian negara-negara tetangga.
Namun yang lebih penting adalah bukan jumlah kepala penduduknya. Tapi apa yang ada di dalam kepala mereka. Cukup sampai disini pembahasan kali ini tentang Resesi Ekonomi Karena Depopulasi. Jika kamu punya ide untuk pembahasan topik lain, isi dikolom komentar ya.